Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hidup Sederhana Ala Imam Ahmad

 

SEDERHANA
Saat masih berstatus “mahasiswa” kepada Imam Abdur-Razzaq As Shan’ani di Yaman, Ahmad Ibn Hanbal pernah keliru dalam gerakan shalat gara-gara sudah tiga hari tidak makan. Syaikh menawarkan uang beberapa dirham ia menolak, baru setelah sang guru memberi pekerjaan menulis copy sebuah buku dengan tulisan tangannya yang terkenal indah itu, ia baru mau menerima uang tersebut.

Puluhan tahun kemudian, tatkala manusia mengukuhkannya sebagai “guru besar” hadits pun ia masih sederhana.

Sebuah riwayat menyebutkan bahwa rumahnya paling kecil dan sederhana di Baghdad. Khalifah pernah menawarkan tunjangan sepuluh ribu dinar, ia menolak. Al Mutawakil memintanya tinggal di istana untuk mengajar para pangeran dan keluarga kerajaan, justru ia lebih memilih masjid dengan jadwal halaqah ba’da ashar seperti biasa.

Pencari ilmu datang berduyun dari berbagai penjuru untuk meriwayatkan hadits atau sekedar ingin belajar adab dari kesehariannya. Tak kurang lima ribu orang setiap hari hadir dalam halaqah rutin itu. Al Bukhari dari Bukhara, Baqiyy ibn Makhlad dari Andalusia adàlàh beberapa diantara mereka.

Imam Ahmad dan keluarga hidup begitu sederhana. Murid Imam Syafi’i ini di akhir hayat pernah ditanya  oleh anaknya : “Abi! Begitu sulit perjalanan hidupmu. Kapan kiranya tiba masa kita bisa sedikit bersantai memanjakan diri?”

Menatap ke mata sang anak dengan penuh kasih sayang,

“Kelak yaa bunayya! Kelak saat kedua kaki kita sudah dalam jannahNya Allah.”

 Oleh : Ru_m

Posting Komentar untuk "Hidup Sederhana Ala Imam Ahmad"