Hidup Sederhana Ala Imam Ahmad
Puluhan tahun
kemudian, tatkala manusia mengukuhkannya sebagai “guru besar” hadits pun ia
masih sederhana.
Sebuah riwayat
menyebutkan bahwa rumahnya paling kecil dan sederhana di Baghdad. Khalifah
pernah menawarkan tunjangan sepuluh ribu dinar, ia menolak. Al Mutawakil
memintanya tinggal di istana untuk mengajar para pangeran dan keluarga
kerajaan, justru ia lebih memilih masjid dengan jadwal halaqah ba’da ashar
seperti biasa.
Pencari ilmu datang
berduyun dari berbagai penjuru untuk meriwayatkan hadits atau sekedar ingin
belajar adab dari kesehariannya. Tak kurang lima ribu orang setiap hari hadir
dalam halaqah rutin itu. Al Bukhari dari Bukhara, Baqiyy ibn Makhlad dari
Andalusia adàlàh beberapa diantara mereka.
Imam Ahmad dan
keluarga hidup begitu sederhana. Murid Imam Syafi’i ini di akhir hayat pernah
ditanya oleh anaknya : “Abi! Begitu sulit perjalanan hidupmu. Kapan kiranya
tiba masa kita bisa sedikit bersantai memanjakan diri?”
Menatap ke mata sang
anak dengan penuh kasih sayang,
“Kelak yaa bunayya!
Kelak saat kedua kaki kita sudah dalam jannahNya Allah.”
Posting Komentar untuk "Hidup Sederhana Ala Imam Ahmad"